Abstract
This study aims to determine and analyze the regulation and scope of the act of planting marijuana for medical purposes, a comparative study between Indonesia and the Netherlands. This study uses a normative research method, namely legal research using library materials or secondary data, also known as doctrinal research. Where the law is often conceptualized as what is written in the laws and regulations (law in books) the conclusion of the research results shows that the application of formal criminal law and material law in Indonesia is appropriate. However, on the other hand, Indonesian state law is still stringent regarding marijuana as a treatment, making marijuana researchers taboo and afraid of it. The research recommendation in the Legal Analysis of the Criminal Act of Planting Marijuana for Medical Purposes (Comparative Study Between Indonesia and the Netherlands) is that Indonesia needs to review the regulation of the Law on the criminal act of planting marijuana for medical purposes as in the Netherlands so that this medical marijuana is strictly monitored but can be used for medical purposes for the good of the Indonesian people.
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tentang tindak pidana penenaman ganja di Indonesia dan Belanda serta ruang lingkup tentang tindak penanaman ganja untuk pengobatan di Indonesia dan Belanda. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian hukum dengan menggunakan bahan Pustaka atau data sekunder, yang dikenal juga dengan dengan sebutan penelitian doktrinal. Yang Dimana hukum sering kali dikensepkan sebagi apa yang tertulis didalam peraturan perundang-undangan (law in books) kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan hukum pidana formil dan penerapan hukum materil di Indonesia sudah sesuai. Namun sisi lain hukum negara Indonesia masih sangat keras mengenai ganja sebagai pengobatan sehingga membuat para peneliti ganja menjadi tabu dan takut akan akan hal itu. Rekomendasi penelitian dalam Analisis Hukum Tindak Pidana Penanaman Ganja Untuk Pengobatan (Studi Perbandingan Antara Indonesia Dan Belanda) bahwa Indonesia perlu mengkaji ulang tentang pengaturan Undang-Undang tindak pidana penanaman ganja untuk tujuan medis seperti halnya yang ada di negara Belanda, agar ganja medis ini diawasi degan ketat namun dapat dipergunakan untuk tujuan pengobatan demi kebaikan masyarkat bangsa Indonesia.
Muhammad Fachri Syarif Hidayatullah, Hasbuddin Khalid, Hardianto Djanggih
Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia
Surel Koresponden: mrfahri2003@gmail.com
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara hukum yang artinya setiap tindakan yang diambil oleh harus berlandaskan hukum. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, konsitusi tersebut memuat tiga muatan meteri diantaranya adalah jaminan hak asasi manusia, pembatasan kekuasan dan struktur kenegaraan secara fundamental. Diantara 3 diatas Indonesia juga mempunyai berbagai hal aturan hukum lainnya, contohnya seperti tindak pidana pengunaan narkoba. Narkoba atau narkotika sendiri merujuk pada suatu zat yang dapat beresiko menimbulkan efek candu contohnya seperti narkoba jenis ganja. Ganja masuk kedalam daftar narkotika golongan 1 sebagaimana di atur didalam Permenkes No 9 Tahun 2022 ayat 8 menyatakan, tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, Jerami, hasil oloahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
Ganja (cannabis sativa) adalah salah satu jenis narkoba, penggunaan ganja (cannabis sativa) sudah dimulai dari zaman dahulu. Hal ini tertuang dalam kitab-kitab pengobatan dari China, India bahkan pada zaman mesopotamia. Dalam catatan-catatan tersebut, penggunaan ganja (cannabis sativa) tidak hanya sebagai obat, namun juga sebagai bahan makanan dan alat ritual. Menurut artikel American Herbal Pharmacopoeia, ganja atau yang sering disebut mariyuana memiliki nama latin Cannabis sativa dengan sub spesies Cannabis sativa dan Cannabis indica. Ganja memiliki ratusan kandungan senyawa kimia, terdapat sekitar 104 cannabinoids yang berbeda dan telah di identifikasi di dalam ganja. Senyawa cannabinoids sendiri dapat diproduksi alami oleh tubuh. Fungsi utama senyawa ini di dalam tubuh adalah sebagai pengatur gerak, nafsu makan, konsentrasi, sensasi pada indra hingga pengatur rasa sakit. Senyawa lain yang teridentifikasi termasuk terpenoid, flavonoid, senyawa nitrogenous, dan molekul-molekul umum tanaman. Ganja dapat digunakan untuk pengobatan seperti penghilang rasa sakit jenis opioid dan kelas-kelas lain dari obat berdosis tinggi yang berbahaya. Adapun istilah ganja medis diterapkan oleh sebagian negara yang para dokternya meresepkan ganja untuk obat anti depresan, obat kejang, obat anti cemas dan obat anti mual. Ganja merupakan jenis narkotika terlarang di Indonesia, hal ini diatur dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 143: Tambahan Lembaran Negara Republik Idonesia tahun 2009 Nomor 5062) Tentang Narkotika. Ganja merupakan narkotika golongan I yang tidak bisa digunakan untuk keperluan medis. Namun ada beberapa orang yang menggunakan sebagai bahan medis untuk menangani penyakit mereka padahal belum legal di Indonesia. Contoh kasusnya yaitu Fidelis Arie Sudewarto dan Yeni Irawati. Kejadian itu terjadi pada tahun 2017 di Kalimantan Barat tepatnya di Kabupaten Sanggau.
Sepasang suami istri tersebut menjadi sorotan lantaran perjuangan sang suami untuk menyembuhkan istrinya. Awal mula kejadian tersebut pada Januari 2016, Yeni Irawati saat itu didiagnosis mengidap penyakit syrigomyelia atau tumbuhnya kista berisi cairan syrinx dalam sumsusm tulang belakang. Penyakit syrigomyelia membuat kondisi tubuh Yeni memprihatinkan. Dia sulit tidur hingga berhari-hari. Yeni bahkan tidak dapat mengeluarkan urine hingga membuat perutnya membesar. Bahkan sebaliknya Dia pun tak dapat mengendalikan kencing karena telah terjadi pembengkakan di sekitar area kemaluan. Setiap makanan yang dikonsumsi oleh Yeni tak berselang lama Ia memuntahkannya Kembali. Selain itu, juga terdapat luka besar dan dalam disekitar area pinggang bagian belakang yang membuat tulang Yeni terlihat. Kaki Yeni juga mengalami kram dan kebas dengan rasa sakit yang membuatnya berteriak kesakitan. Yeni juga kerap kali mengeluarkan keringat berlebihan meskipun cuaca sedang dingin atou dalam ruangan yang dilengkapi AC. Sejak saat itu, Fidelis merawat Yeni dirumahnya. Fidelis merupakan seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan Kabupaten Sanggau. Sejumlah pengobatan telah ditempuh Fidelis untuk kesembuhan sang istri, mulai dari obat medis, obat herbal, bahkan orang pintar. Telah ia upayakan, namun tak mempu mengembalikan kondisi fisik Yeni. Berbekal literatur-literatur yang didapatkan dari luar negeri, Fidelis akhirnya menerapkan pengobatan ekstrak ganja untuk Yeni. Ganja itu ditanam Fidelis dirumahnya sendiri. Setelah melakukan pengobatan mengunakan ekstrak Ganja kondisi Yeni perlahan mulai membaik, nafsu makannya pun mulai meningkat dan tidurnya mulai pulas sebagaimana orang pada umumnya. Pencernaan Yeni mulai lancar, baik itu buang air kecil maupun buang air besar. Tak hanya itu, lubang-lubang pada sejumlah luka ditubuh Yeni pun perlahan menutup. Pandangan mata dan penglihatan Yeni juga mulai jelas dan ingatannya mulai pulih. Namun, keceriaan Yeni itu tak berlangsung lama. Pada 19 Februari 2017, petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap Fidelis. Ia ditahan oleh BNN Kabupaten Sanggau. Ekstrak Ganja untuk untuk Yeni dimusnahkan. Artinya, pengobatan Ganja untuk Yeni berakhir. Dari situ, kondisi Yeni yang semula sempat membaik mengalami kemunduran. Ia kembali mengalami sulit tidur dan nafsu makanya kian menurun. Luka-luka di tubuh Yeni Kembali terbuka, bahkan muncul di tempat baru, perut Yeni juga perlahan bengkak. Dia sempat dilarikan kerumah sakit, tetapi kondisinya tak juga membaik. Akhirnya, pada 25 Maret 2017 atau tepat 32 hari setelah Fidelis ditangkap BNN, Yeni menghembuskan nafas terakhirnya. Pada agustus 2017, Fidelis divonis 8 bulan penjara dan denda RP 1 miliar atau subsider 1 bulan kurungan. Putusan itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang menuntut 5 bulan penjara dan denda RP 800 juta. Oleh majelis hakim, perbuatan Fidelis dinilai memenuhi unsur Pasal 111 dan 116 UU Nomor 35 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 143: Tambahan Lembaran Negara Republik Idonesia tahun 2009 Nomor 5062) Tentang Narkotika.
Di dalam Al-Quran pun telah dijelaskan tentang larangan mengunakan narkoba yaitu QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 90
Ya ayyuhallazina amanu innamal-khamru wal-maisiru wal-ansabu wal-azlamu rijsum min 'amalisy-syaitani fajtanibuhu la'allakum tuflihun
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung".
Berbeda halnya dengan Indonesia, Belanda telah tercatat sebagai salah satu negara yang telah melegalkan pemakaian maupun penjualan Ganja. Namun, kegiatan tersebut dibatasi dengan jumlah tertentu untuk konsumsi pribadi. Pelegalan ganja di Belanda memiliki peraturan yang mengontrol laju pemakainnya, usia minimal seseorang yang di perbolehkan adalah 17 tahun. Selain itu, konsumsen Ganja ini hanya diperbolehkan untuk melakukan pembelian maksimal 5 gram. Kebijakan toleransi pengunaan Ganja telah diberlakukan pemerintah Belanda semenjak 1970. Ganja medis memiliki peranan krusial dalam menyediakan alternatif pengobatan bagi sejumlah kondisi medis yang sulit diatasi. Senyawa-senyawa aktif dalam ganja, terutama tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD), telah terbukti efektif dalam mengurangi nyeri kronis, mengelola ganja epilepsi, dan meredakan mual akibat kemoterapi. Selain itu, Ganja medis juga dapat membantu mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan opiolid yang sering kali memiliki efek samping dan resiko Kesehatan yang lebih tingggi. Legalisasi Ganja medis di berbagai negara telah memberikan akses yang lebih luas bagi pasien-pasien yang membutuhkan pengobatan Ini, sambil memberikan pengawasan yang ketat untuk memastikan keamanan dan efektifitas pengunannya. Ganja dapat digunakan untuk pengobatan seperti penghilang rasa sakit jenis opioid dan kelas-kelas lain dari obat berdosis tinggi yang berbahaya.
Di indonesia sendiri Ganja masih tergolong dalam narkoba golongan 1 maka pengunaan Ganja di Indonesia masih dilarang sebagaimana dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 143: Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 5062) Tentang Narkotika.
Menurut Permenkes Nomor 5 Tahun 2023 Pasal 35 Ayat 1 Penyaluran narkotika golongan 1 hanya dapat dilakukan oleh PBF (Perdagangan Besar Farmasi) milik negara yang memiliki izin khusus impor narkotika kepada lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk kebutuhan laboratorium. Dan ayat 2 nya juga menyebutkan bahwa narkotika pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari apoteker penanggung jawab dan/atau kepala lembaga ilmu pengetahuan.
Adapun tata cara penyelenggaran produksi narkotika golongan 1 diatur dalam Permenkes Nomor 16 Tahun 2022, pada bab 1 pasal 2 ayat 1 huruf (a) menyebutkan, penyelenggaran, produksi dan/atau penggunaan narkotika golongan 1 dalam produksi jumlah terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tertentu, dan untuk huruf (b) syarat dan tata cara mendapat izin memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan narkotijka untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi ilmu pengetahuan. Ayat 2 menyebutkan, industri farmasi tertentu sebagaimana pada ayat (1) huruf a hanya dapat memperoleh narkotika setelah memiliki perizinan berusaha dari pemerintah pusat ayat 3 menyebutkan, perizinan berusaha dari pemerintah pusat sebagaiman pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan aturan Undang-Undangan. Pasal 4 menyebutkan, Lembaga ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Lembaga Pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah swasta. Bahwa berbeda halnya dengan Belanda yang telah melegalkan Ganja untuk tujuan medis, karena menganggap Ganja medis memiliki peranan krusial dalam menyediakan alternatif pengobatan bagi sejumlah kondisi medis yang sulit diatasi. Senyawa-senyawa aktif dalam ganja, terutama tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD), telah terbukti efektif dalam mengurangi nyeri kronis, mengelola Ganja epilepsi, dan meredakan mual akibat kemoterapi.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai ruang lingkup pembahasan di dalam penelitian ini yakni; Bagaimanakah pengaturan tindak pidana penanaman ganja di Indonesia dan Belanda? Bagaimanakah ruang lingkup penanaman ganja untuk pengobatan di negara Indonesia dan Belanda?
METODE
Jenis penelitian ini mengunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum dengan menggunakan bahan Pustaka atau data sekunder, yang dikenal juga dengan dengan sebutan penelitian doktrinal. Yang Dimana hukum sering kali dikensepkan sebagi apa yang tertulis didalam peraturan perundang-undangan (law in books)
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Pengaturan Tindak Pidana Penanaman Ganja Di Indonesia Dan Belanda
Pengaturan Tindak Pidana Penanaman Ganja d i Indonesia
Ganja masuk kedalam daftar narkotika golongan 1 sebagaimana di atur didalam Permenkes No 9 Tahun 2022 ayat 8 menyatakan, tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, Jerami, hasil oloahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis. Kepemilikan ganja dilarang sebagaimana dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 143: Tambahan Lembaran Negara Republik Idonesia tahun 2009 Nomor 5062) Tentang Narkotika, pada pasal 111 ayat 1 mengatur tentang pemakai yang menyebutkan, setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) rahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Dan pasal 2 mengatur tentang pengedar/bandar yang menyebutkan, dalam hal perbuatan menanam, memelihara,memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan 1 dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana disebut pada pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pengaturan Tindak Pidana Penanaman Ganja Di Belanda
Pengaturan Undang-Undang opium di Belanda membedakan obat-obatan dengan resiko bahaya rendah (obat-obatan ringan), dan obat-obatan resiko bahaya tinggi (obat-obatan keras). Ganja masuk kedalam obat-obatan ringan (kategori 2), yang artinya pengunaan, kepemilikan, dan perdagangan dilarang oleh Undang-Undang opium Belanda tetapi secara terbuka ditoleransi dalam keadaaan tertentu. Penggunaan ganja medis telah diizinkan di Belanda sejak tahun 2003. Namun Semua kegiatan yang terkait dengan ganja medis diatur secara ketat dan Kantor Ganja Medis Belanda (BMC) memiliki kendali penuh. Ini berarti bahwa otorisasi harus diperoleh untuk budidaya, impor, dan penjualan ganja medis. Otorisasi hanya akan diberikan dalam sejumlah keadaan terbatas. Di Belanda, sejauh ini hanya satu perusahaan yaitu (Bedrocan) yang diberi otorisasi untuk membudidayakan ganja untuk penggunaan medis. Karena ganja medis tunduk pada Undang-Undang Obat Belanda, maka diperlukan izin edar untuk memasarkan produk tersebut. Namun, persyaratan ini tidak berlaku untuk ganja medis yang dibudidayakan oleh (Bedrocan). skema akses khusus mengizinkan penggunaan medis produk ganja khusus ini tanpa izin edar.
Pelanggaran Undang-Undang opium Belanda contohnya seperti budidaya, impor, kepemilikan dan promosi illegal dapat menjadi tindak pidana dan ada resiko sanksi pidana yang tinggi, yaitu (kurungan penjara hingga dua belas tahun atou denda) yang diatur dalam UndangUndang opoium Belanda. Mengikuti pedoman yang ada, penjualan eceran ganja untuk tujuan rekrasional kepada konsumen tersedia di kedai kopi (coffeshop) harus mendapat izin lisensi dari pemerintah dan memetuhi aturan seperti, tidak ada iklan terbuka, tidak ada obat keras, tidak ada gangguan, tidak ada pembeli dibawah umur, dan tidak ada pembelian dalam jumlah yang besar. Dengan demikian perdagangan ganja skala kecil bukan merupakan pelanggaran menurut hukum Belanda dan tidak dapat dituntut.
Ruang Lingkup Penanaman Ganja Untuk Pengobatan Dinegara Indonesia Dan Belanda
Ruang Lingkup Penanaman Ganja Untuk Pengobatan Dinegara Indonesia
Di Indonesia ganja digolongkan kedalam daftar norkotika golongan 1, Adapun contoh narkotika yang masuk golongan 1 diantaranya yaitu adalah ganja, morfim, opium, kokain, dan lain sebagainya. yang dimana narkotika golongan 1 belum dapat dipergunakan untuk hal apapun bahakan untuk tujuan pengobatan kecuali untuk penelitian dan ilmu pengetahuan, dan itupun diawasi secara ketat oleh badan pengawasan obat dan makanan (BPOM). Legalitas ganja di berbagai negara sangat bervariasi, sehingga penting untuk memahami pengunaannya secara ilmiah dan berbasis bukti. Namun pemerintah Indonesia, melalui Badan Narkotika Nasional (BNN), belum melakukan penelitian mendalam terkait narkotika golongan 1, termasuk ganja, kebijakan ini didasarkan pada kekhawatiran dan pandangan bahwa tanaman ganja, serta tanaman lainnya yang dikategorikan sebagai narkotika golongan 1, tidak memiliki manfaat. Namun pandangan tersebut tidak diimbangi dengan penelitian ilmiah yang memadai. Minimnya bukti dari penelitian ilmiah membuat kebijakan pemerintah cenderung kaku dan enggan memajukan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang ini.
Amanat Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia (MK RI) dalam Putusan Nomor 106/PUU-XVIII/2020 menekankan pentingnya pendekatan berbasis bukti dalam pembuatan kebijakan, termasuk penelitian ganja untuk kepentingan Masyarakat. MK RI menggarisbawahi bahwa kebijakan harus didasarkan pada kepentingan publik dan bukti ilmiah, sehingga penelitian mengenai ganja dapat memberikan manfaat bagi kesehatan Masyarakat. MK RI juga mendorong agar regulasi yang ada lebih responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga dapat mengakomodasi penelitian lebih lanjut tentang pengunaan ganja dalam pengobatan.
Sub-bagian Kedua Ruang Lingkup Penanaman Ganja Untuk Pengobatan di Negara Belanda
Di Belanda ganja telah bebas dipergunakan baik untuk kebutuhan medis, dan rekreasi. Namun setiap pengunaan ganja harus mengikuti kebijakan regulasi pemerintah. Belanda mengatur secara sah penanaman ganja dan mengkontarak beberapa petani yang di sertifikasi untuk di memproduksi ganja, dan para petani tersebut bertanggung jawab untuk mendistribusikan ganja tersebut kepada coffeshop yang memiliki izin lisensi dari pemerintah. Ganja tersebut tersedia dan dapat digunakan untuk tujuan rekreasi, seseorang dapat membeli di kedai kopi (coffeshop) tertentu yang memiliki izin lisensi dari pemerintah, dan harus digunakan di tempat yang disetujui oleh pemerintah, pengunaan ganja untuk tujuan rekreasional ini dibatasi hanya dapat memakai ganja tersebut dengan jumlah 5 gram, lebih dari itu maka ia akan berhadapan dengan hukum yang ada di Belanda, dan usia pengguna ganja tidak boleh kurang dari 17 tahun.
Ganja untuk pengobatan di Belanda telah di berlakukan sejak tahun 2003 bersamaan dengan memberlakukan undang-undang tentang pengunaan ganja sebagai obat yang tidak terdaftar. Undang-Undang tersebut telah memberikan akses terhadap ganja medis yang diresepkan sebagai obat, agar ganja tersebut dapat di pergunakan oleh pasien yang membutuhkan dibawah pengawasan dokter dan apoteker. Di Belanda sendiri semua kegiatan yang berkaitan dengan ganja medis diawasi dengan ketat oleh kantor medis Belanda (BMC), karena bertanggung jawab atas segala hal yang berkaitan tentang ganja medis. Belanda telah berani mengambil kebijakan melegalkan ganja untuk tujuan medis dan rekreasi karena beberapa alasan, diantaranya:
Dengan dilegalkannya ganja ini maka pemerintah dapat memantau peredaran ganja itu sendiri dan dapat memantau orang-orang yang menggunakannya, sehingga Masyarakat dapat terpantau secara spesifik siapa saja yang menggunakan, dan pada akhirnya data-data tersebut dilaporkan kepada dinas terkait, di belanda dalam konsep pelegalannya harus ada evaluasi selama 4 tahun sekali, yang pada akhirnya evaluasi ini dapat memeberikan sebuah jawaban dari data, apakah para pengomsusmsi ganja terserang kesehatannya akibat daripada ganja, sehingga jika nanti pada akhirnya berdampak buruk maka Belanda atau pemerintah Belanda dapat mengaktifkan Kembali kriminalisasi atau pelarangan ganja itu sendiri.
Pemerintah melegalkan ganja untuk menghadapi pasar gelap itu, pemerintah mengahadirkan pasar yang legal sehingga dapat mengatur secara ketat dan memantau perederan ganja tersebut, dan dengan adanya pasar legal ini diharapkan dapat mematikan pasar gelap yang ada.
- Alasan Kesehatan Masyrakat
- Sebagai Perlawanan Terhadao Pasar Gelap
- Ketertiban dan Keselamatan Masyarakat
Pemerintah Belanda beranggapan bahwa Ketika jalur produksi distribusi hingga dikomsumsi itu diatur secara ketat maka justru pemerintah dapat menjaga ketertiban dan keselamatan Masyarakat, karena segala halnya telah diatur mulai dari tempat dan seberapa banyak dapat dikomsumsi, sehingga keselamatan dan ketertiban dapat diutamakan dibandingkan mengilegalkan ganja itu sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di Indonesia ganja diatur dalam UU Narkotika No. 35 Tahun 2009, yang menyatakan ganja belum dapat dipergunakan untuk kebutuhan apapun bahkan untuk tujuan medis terkecuali untuk kepentingan ilmu pengetahun dan teknologi. Namun berbeda dengan Indonesia, Belanda telah melegalkan ganja dan mengaturnya kedalam UU Opium Belanda, dan menggolongkan ganja kedalam obat-obatan ringan (kategori 2) yang artinya pengunaan, kepemilikan, dan perdagang dilarang oleh UU Opium Belanda tetapi secara terbuka ditoleransi dalam keadaan tertentu contohnya untuk tujuan pengobatan.
References
- N. &. R. M. C. Qadrina, “Legalisasi Ganja Sebagai Tanaman Obat: Perlukah?,” Jurnal Al Tasyri'iyyah, pp. 48-58, 2002.
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022.
- M. &. M. Y. A. Putranto, “Penggunaan Ganja Medis dalam Pengobatan dan Pengaturannya di Indonesia. DOI: https://doi.org/10.59066/jel.v3i1.582,” Journal Evidence Of Law, vol. 3, no. 1, pp. 10-19, 2024.
- L. S. Y. B. &. U. E. Lokollo, “Kebijakan Formulasi Undang-undang Narkotika Dalam Legalisasi Penggunaan Ganja Sebagai Bahan Pengobatan di Indonesia.,” Jurnal Belo, vol. 5, no. 2, pp. 1-20, 2020.
- Kompas.Com., “https://nasional.kompas.com/read/2022/06/29/13511341/kisah-ganja-medis-fidelis-untuk-sang-istri-yang-berujung-bui?page=all,” Kompas.Com, 2022. [Online]. [Diakses 5 September 2024].
- D. A. RI, AL-Quran Dan Terjemahan / Depertemen Agama RI., Jakarta: Pustaka Al-Kautsar QS. Al-Ma'idah 5:Ayat 90, 2020.
- Kompas.com., “https://nasional.kompas.com/read/2022/06/29/13511341/kisah-ganja-medis-fidelis-untuk-sang-istri-yang-berujung-bui?page=all Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023,” 2022. [Online]. [Diakses 5 September 2024].
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023.
- Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022.
- S. L. Putri Hasan, “Hemp Makassar: Pendirian, Hambatan dan Respon Masyarakat Terhadap Perjuangan Legalisasi Ganja Medis. DOI: https://doi.org/10.46918/emik.v7i1.2252,” Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Sosial, vol. 7, no. 1, pp. 47-64, 2024.