Tinjauan Yuridis Terhadap Pembagian Harta Peninggalan Pewaris Kepada Anak Angkat Ditinjau dari Segi Hukum Islam dan KUHPerdata
Keywords:
Adopted Children, Inheritance Rights, Islamic Law, Anak Angkat, Hak Waris, Hukum IslamAbstract
This research aims to analyze the legal regulation of inheritance distribution to adopted children according to Islamic law and the Civil Code, as well as to examine the legal status of adopted children in inheritance matters. The research method used is normative legal research by examining literature sources and secondary data, focusing on the study of law and norms embodied in legislation. The research results show significant differences between the two legal systems. In Islamic law, adopted children are not considered heirs of their adoptive parents but obtain inheritance through mandatory bequests (wasiat wajibah) with a maximum of 1/3 portion. According to Article 209 of the Compilation of Islamic Law, adopted children do not hold the status of heirs because their status remains as biological children of their birth parents. Conversely, according to the Civil Code regulated in Staatsblad 1917 Number 129, adopted children become heirs of their adoptive parents and hold the position as first-class heirs with inheritance portions equal to biological children. Article 14 of Staatsblad 1917 Number 129 stipulates that adopted children hold the status of heirs from their adoptive parents. This research recommends the need for more harmonious legal policies to avoid legal uncertainty for adopted children in obtaining their inheritance rights. Alignment between Islamic law and the Civil Code in inheritance practices for adopted children is necessary to create justice and legal certainty.
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum pembagian harta peninggalan pewaris kepada anak angkat menurut hukum Islam dan KUHPerdata, serta mengkaji kedudukan hukum anak angkat dalam hal pembagian harta warisan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan mengkaji sumber-sumber pustaka dan data sekunder, fokus pada kajian hukum dan norma yang diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan.Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua sistem hukum. Dalam hukum Islam, anak angkat tidak dianggap sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya tetapi memperoleh harta peninggalan melalui wasiat wajibah maksimal 1/3 bagian. Berdasarkan Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris karena statusnya tetap sebagai anak kandung dari orang tua biologisnya. Sebaliknya, menurut KUHPerdata yang diatur dalam Staatsblad 1917 Nomor 129, anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dan berkedudukan sebagai ahli waris golongan pertama dengan bagian warisan yang sama dengan anak kandung. Pasal 14 Staatsblad 1917 Nomor 129 mengatur bahwa anak angkat berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkatnya.Penelitian ini merekomendasikan perlunya kebijakan hukum yang lebih harmonis untuk menghindari ancaman hukum bagi anak angkat dalam memperoleh hak warisnya. Penyelarasan antara hukum Islam dan KUHPerdata dalam praktik pewarisan bagi anak angkat diperlukan untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum.