Abstract

This study aims to determine and analyze the Effectiveness of the Implementation of the 2024 General Election with the Use of the Recapitulation Information System and to determine and analyze the factors that influence the implementation of the 2024 general election with the use of the Recapitulation Information System. This study uses an empirical legal research method, with the research location in Makassar City and its location at the General Election Commission of South Sulawesi Province. Data was collected through interview techniques and literature studies, which were then analyzed qualitatively descriptively. The results of the study indicate that the Effectiveness of the Implementation of the 2024 General Election with the Use of the Recapitulation Information System has not been fully effective because there are still many obstacles that hinder the use of the Recapitulation Information System such as inadequate networks, devices that are not supportive. In addition, many Voting Organizer Groups still do not understand and understand the Recapitulation Information System. As a recommendation in order to increase the Effectiveness of the Use of the Recapitulation Information System in the General Election, the government needs to add and update facilities and infrastructure, especially those related to networks and devices. The General Election Commission of the Republic of Indonesia needs to upgrade the Recapitulation Information System so that it is easy to access. The General Election Commission of South Sulawesi Province needs to provide special training to the Voting Organizing Groups.

 

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Efektivitas Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024 dengan Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi dan untuk mengetahui serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan pemilihan umum Tahun 2024 dengan penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, dengan lokasi penelitian di Kota Makassar dan tempatnya di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. Data dikumpulkan melalui Teknik wawancara dan studi pustaka, yang kemudian di analisis secara kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Efektivitas Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024 dengan Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi belum sepenuhnya efektif dikarenakan masih banyak kendala yang menghambat penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi seperti jaringan yang kurang memadai, perangkat yang kurang mendukung. Di tambah dengan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara masih banyak yang belum mengerti dan paham dengan Sistem Informasi Rekapitulasi. Sebagai rekomendasi dalam rangka meningkatkan Efektivitas Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi pada Pemilihan Umum agar pemerintah perlu menambah dan memperbaharui sarana dan prasarana terutama yang berkaitan dengan jaringan dan perangkat. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia perlu mengupgrade Sistem Informasi Rekapitulasi sehingga mudah untuk diakses. Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan perlu mengadakan pelatihan khusus kepada para Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara.

Muhammad Fitrah Ramadan, Imran Eka Saputra

Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia

Surel Koresponden:

PENDAHULUAN

Sebagai negara demokratis, pelaksanaan pemilu memegang peranan penting sebagai tolak ukur dalam menilai sistem demokrasi, karena memperjuangkan aspirasi dan memberikan masyarakat kesempatan untuk terlibat dalam memilih pemimpin mereka untuk duduk di lembaga legislatif dan struktur pemerintahan lainnya. Pemilu juga menjadi sarana untuk menggantikan otoritas pemerintahan setiap lima tahun, di mana partai politik bersaing untuk memperoleh dukungan masyarakat dan kekuasaan politik baik legislatif maupun eksekutif sesuai dengan Konstitusi. Mereka yang terpilih dianggap mempunyai tanggungjawab dan kemampuan untuk menyuarakan kepentingan masyarakat melalui partai politik. Prinsip demokrasi atau kemerdekaan berserikat ditentukan dalam UUD NRI 1945 pasal 28E ayat (3) yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan demikian secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak hanya bagi setiap warga negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk juga orang asing yang berada di Indonesia. Pemilu harus dilakukan dengan jujur, adil, dan demokratis. Untuk memastikan pemilihan umum sesuai dengan prinsip tersebut, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar menghasilkan pemilihan umum yang berkualitas dan menghasilkan pejabat publik yang sah secara legitimasi. Syarat minimum dari pemilihan umum adalah kebebasan dan keadilan. Indikator-indikator ini digunakan untuk menilai apakah sistem pemilihan umum tersebut sesuai dengan kebutuhan suatu negara atau tidak. Indikator-indikator tersebut mencakup akuntabilitas (accountability), Keterwakilan (representativeness), keadilan (fainess), persamaan hak tiap pemilih (equality).

Pemilu serentak semula diharapkan dapat memperbaiki pelaksanaan pemilu menjadi lebih efisien. Dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, MK berpandangan bahwa pemilu serentak akan mengurangi pemborosan waktu dan menekan konflik atau gesekan horizontal di masyarakat pada masa-masa pemilu. Selain itu, melalui pemilu serentak warga negara dapat menggunakan haknya untuk memilih dengan cerdas dan efisien. Dengan kata lain, Pemilu serentak akan membuat proses demokrasi pada pemilu menjadi lebih bersih dari kepentingan-kepentingan tertentu, terutama kepentingan yang menyangkut lobi-lobi atau negosiasi politik yang dilakukan oleh partai-partai politik sebelum menentukan pasangan Capres-Cawapres yang seringkali dilakukan berdasarkan kepentingan sesaat, bukan untuk kepentingan bangsa dan negara secara umum dan dalam jangka panjang. Sejalan dengan hal tersebut, proses pemilu harus diwujudkan secara berkualitas dan berintegritas. Artinya, baik tahapan, penyelenggara, maupun penggunaan alat/sarana yang digunakan dalam pemilu harus beritegritas pula. Integritas pemilu, yang mencakup proses penyelenggaraan dan hasilnya, menjadi indikator utama dari proses pemilu yang demokratis. Fokus pada integritas pemilu terutama berada pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Ini penting karena tahapan tersebut bukan hanya puncak dari seluruh proses pemilu, tetapi juga rentan terhadap manipulasi oleh pihak-pihak yang berusaha mendapatkan kursi atau jabatan dengan cara yang tidak fair.

Untuk mencegah manipulasi dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara, penilaian terhadap kualitas pelaksanaan tahapan tersebut dalam setiap pemilu memerlukan sebuah alat hitung. Alat hitung tersebut harus mengacu pada standar proses pemungutan, penghitungan, dan pentabulasian suara yang bermutu tinggi, sambil memperhatikan legitimasi stakeholder terhadap hasilnya penggunaan alat hitung tersebut dalam perkembangannya mengikuti pula perkembangan teknologi sehingga penggunaan alat hitung pada pemilu di Indonesia menggunakan alat hitung berbasis elektronik. Seiring dengan pesatnya teknologi dan potensi pemanfataannya yang luas, teknologi menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan pemilu, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemilu sehingga menghasilkan proses dan hasil pemilu yang berkualitas dan berintegritas. Namun, penggunaan teknologi dapat mempermudah proses pemungutan suara dan penghitungan hasil pemilu, juga membawa risiko. Tahun 2014 dan Tahun 2015, Komisi Pemilihan Umum (KPU) luncurkan Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG) berbasis teknologi untuk menampilkan hasil pemilihan umum (PEMILU) dan hasil pemilihan kepala daerah (PILKADA) secara akurat dan realtime untuk pertama kalinya kepada media dan masyarakat. Situng merupakan salah satu teknologi informasi yang sengaja dibuat untuk memudahkan bagi seorang/kelompok dalam menyampaikan pesan. Pesan yang dimaksud guna mendukung pelaksanaan berupa pemilihan umum. Konteks yang dimaksud juga menjadikan aplikasi situng sebagai objek tambahan guna mempermudah penyebaran sarana informasi dan komunikasi kepada masyarakat umum. Penggunaan alat bantu penghitungan suara berbasis eletronik ini bukan tanpa celah, penggunaan situng pada pemilu 2019 dianggap sebagai salah satu penyebab kericuhan pasca pemilu 2019 karena terdapat klaim bahwa perhitungan di situng terdapat banyak kesalahan data. Saat itu, situng juga sempat mengalami gangguan teknis dalam pengelolaan servernya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menerapkan system rekapitulasi elektronik (e-rekap) baru bernama Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) untuk pertama kalinya di Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) tahun 2020. Penerapan sirekap ini telah diatur dalam beberapa Peraturan KPU (PKPU) termasuk hasil revisi terbaru seperti PKPU Nomor 18 Tahun 2020 dan PKPU Nomor 19 Tahun 2020. Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik yang selanjutnya disebut (SIREKAP) adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu. Untuk pemilu 2024 ini, KPU sebagai penyelenggara berdasarkan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 akan menggunakan Sistem Rekapitulasi Elektronik atau disingkat dengan (SIREKAP). Penggunaan sirekap dalam pemilu 2024 juga memiliki dampak yang lebih luas dalam mendorong inovasi dan kemajuan teknologi dalam konteks demokrasi. Sebagai salah satu negara yang dikenal akan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pesat, adopsi (SIREKAP) dapat menjadi langkah awal yang penting dalam memanfaatkan potensi teknologi untuk memperkuat dan meningkatkan proses demokratisasi. Pengembangan dan implementasi (SIREKAP) juga dapat mendorong pertumbuhan industri teknologi di dalam negeri, menciptakan peluang lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing global Indonesia di bidang teknologi. Dengan demikian, Sirekap bukan hanya memberikan manfaat praktis dalam hal efisiensi dan akurasi pemilu, tetapi juga memberikan dorongan penting bagi inovasi dan kemajuan teknologi dalam membangun masa depan yang lebih cerah dan inklusif bagi semua warga negara. Pemilihan umum (PEMILU) tahun 2024 telah dilaksanakan pada 14 Februari 2024, namun berbagai persoalan turut mewarnai jalannya pesta demokrasi tersebut. Salah satu yang menjadi sorotan masyarakat yaitu terkait data anomali dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) milik Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Data anomaly merupakan kondisi ditemukannya data yang karakteristiknya secara signifikan menyimpang/berbeda dengan data pada umumnya. Fenomena tersebut menjadi salah satu kisruh pada penghitungan suara pemilu 2024 di Indonesia karena adanya perbedaan jumlah suara yang signifikan antara formulir C hasil plano dan angka yang terbaca di dalam Sirekap.

Pada pemilu Indonesia tahun 2024, penggunaan sirekap dipertanyakan, karena bermasalah dan berindikasi terjadinya penggelembungan suara yang memicu terhadap ketidakpercayaan publik kepada KPU. Bahkan dinilai sebagai dugaan kecurangan sistem pemilu yang menyebabkan timbulnya polemik terkait penggelembungan suara dalam sirekap milik KPU. Fenomena tersebut menjadi salah satu kisruh pada penghitungan suara pemilu tahun 2024 di Indonesia. Kasus data penggelembungan suara sirekap pada pemilu tahun 2024 sebanyak 154.541 dari total 823.220 TPS dengan perolehan suara pemilihan presiden, 13.767 TPS, pemilihan legislative DPR RI 16.540 TPS, telah terjadi penggelembungan suara pada sirekap di 16 Provinsi, 83 Kabupaten/Kota di Indonesia. pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bagaimana jika pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024 dengan penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) di Sulawesi Selatan tidak berjalan secara baik? Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) dengan terbitnya Keputusan KPU Nomor 115 Tahun 2024 Tentang Penetapan Aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik sebagai Aplikasi Khusus Komisi Pemilihan Umum. Patut untuk diteliti dan sekaligus untuk melihat seperti apa kendala yang mempengaruhi penggunaannya. Atas dasar itu, penulis mengangkat sebuah penelitian dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024 Dengan Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) di Sulawesi Selatan”.

METODE

Penelitian ini tergolong sebagai penelitian hukum empiris, yakni penelitian yang dilakukan melalui studi lapangan. Dalam penelitian ini dikumpulkan data dari sejumlah responden yang kemudian diolah sesuai dengan teknik analisis yang dipakai, lalu dituangkan dalam bentuk deskriptif guna memperoleh gambaran kondisi sebenarnya dari hukum sebagai kenyataan sosial. Ditinjau dari jenis penelitian yang digunakan, studi ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan efektivitas dari pelaksanaan kebijakan hukum (efektivitas hukum), dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian ini, penulis akan melakukan kegiatan penelitian di Lokasi Kota Makassar. Tempat penelitian ini pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada alasan obyektif, yakni berdasarkan kegiatan pra-penelitian, diketahui terdapat sejumlah hambatan dalam penggunaan Sistem Informasi (SIREKAP). Atas dasar itu, sejumlah data dan informasi yang ada akan sangat relevan dengan penelitian ini. Adapun populasi dalam penelitian ini tertuju pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini mengambil sampel berdasarkan Teknik purposive sampling, yakni para Penyelenggara Pemilihan Umum yang secara langsung pernah ikut serta dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 untuk kemudian menjadi responden/narasumber penelitian yang terdiri dari: Satu orang Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan; Satu orang Kasabag Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan.

Sebagai penelitian hukum empiris, studi ini menggunakan dua jenis data, yakni data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara. Data Sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data yang diperoleh melalui pihak lain atau tidak langsung diperoleh oleh peneliti. Pada prinsipnya, penelitian hukum empiris memadukan antara penelitian kepustakaan (library research) dengan data lapangan. maka metode yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi: studi Pustaka (literatur review) dan wawancara (indepth interview). Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang tidak dapat dikuantifikasikan, seperti hasil penelusuran Pustaka dan data hasil wawancara. Analisis data disajikan dalam bentuk penjelasan yang bersifat deskriptif-analitis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efektvitas Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) D alam Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024

Pengadopsian sistem e-voting dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya dinilai sebagai bentuk modernisasi, melainkan juga sebagai sarana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam basis teknologi informasi. Sistem e-voting dalam praktiknya lebih mengedepankan proses transparansi yang hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan terhadap sistem pemilu yang lebih berasaskan luber jurdil. Inti dari pemilu adalah upaya mengkonversi suara pemilih menjadi dukungan electoral ke kontestan atau partai sehingga seharusnya kita terbuka ke dalam metode yang menjamin efisiensi dan mengurangi dampak buruk yang bisa merusak demokrasi. Kemajuan teknologi seperti e-voting dapat diadopsi, karena hal ini tidak mengurangi hak konstitusional masyarakat. Kesiapan mengimplementasikan sistem e-voting dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia tidak hanya ditinjau dari situasi dan kondisi masyarakat dan sarana prasarana saja, namun juga harus ditinjau dari aspek hukumnya. Aspek hukum yang dimaksudkan dalam kajian ini terhadap kesalahan data dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) yang dapat memiliki implikasi hukum. pertama, adanya kesalahan input dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap hasil Pemilu, yang berpotensi memicu sengketa hukum terkait keabsahan hasil Pemilu. Kedua, jika terbukti ada manipulasi data, pelaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan Undang-Undang Pemilihan Umum yang mengatur mengenai pelanggaran dan kecurangan.

Sistem elektronika digital yang dibahas dalam tulisan ini adalah Sistem Informasi Rekapitulasi yang disingkat (SIREKAP), sesuai dengan definisi umum Sirekap merupakan aplikasi berbasis teknologi informasi yang digunakan untuk publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi suara dalam pemilu, serta berbagai alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi suara dalam pemilu, serta sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil pemungutan suara. Sistem ini sebelumnya telah diterapkan dalam Pilkada 2020 dan akan digunakan kembali oleh KPU pada Pemilu 2024 dengan beberapa penyempurnaan.

Perlu kita ketahui sebelum Sirekap digunakan pertama kali pada Pilkada tahun 2020 ada aplikasi yang diluncurkan juga oleh KPU pada tahun 2015 yang bernama Sistem Informasi Penghitungan Suara (SITUNG) untuk menampilkan hasil pemilihan kepala daerah (PILKADA) secara akurat dan realtime untuk pertama kalinya kepada media dan masyarakat dan pada tahun 2019 Situng digunakan pada pemilu tetapi dianggap sebagai salah satu penyebab kericuhan karena terdapat klaim bahwa perhitungan di Situng terdapat banyak kesalahan data dan kurang efektif karena mengalami gangguan teknis dalam pengelolaan servernya. Penggunaan Sirekap pada pemilihan umum tahun 2024 sudah efektif tetapi belum maksimal karena masih banyak kendala seperti Jaringan dan Perangkat yang sangat mempengaruhi penggunaan dari Sirekap. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kasabag Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat Bapak Muh. Asri. Hal yang sama disampaikan oleh Bapak Romy Harminto selaku Anggota KPU Provinsi Sulsel berpendapat bahwa pada prinsipnya aplikasi itu tidak ada yang sempurna dan mempunyai kelemahan dan butuh update. Kasabag Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat Bapak Muh. Asri juga menambahkan bahwa kendala yang dapat mempengaruhi Sirekap yaitu pencahayaan saat memfoto C1 Hasil Plano yang kurang mendukung dan hasil cetakan yang buram serta cara petugas saat pengambilan gambar yang berbeda-beda, seperti yang dikemukakan dibawah ini. Selain itu Anggota Komisi Pemilihan Umum Bapak Romy Harminto juga menambahkan bahwa ada dua kondisi internal dan eksternal yang menjadi kendala pada penggunaan Sirekap yaitu traffic masuknya data dan kesalahan system, seperti yang dikemukakan dibawah ini.

Jaringan dan Perangkat merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi penggunaan dari Sirekap pada pemilihan umum tahun 2024 tetapi ada faktor lain yang ditambahkan oleh Bapak Romy Harminto selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan sebagai berikut. penggunaan Sirekap pada Pemilihan Umum Tahun 2024 pada prinsipnya sudah efektif tetapi dengan adanya beberapa faktor yang memengaruhi Sirekap sehingga dalam pelaksanaanya belum optimal.

Faktor Yang Memengaruhi Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) Dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, penegakan hukum pada dasarnya tidak terlepas dari sejumlah faktor yang mempengaruhinya, baik faktor yang bersifat hukum maupun faktor non-hukum. Ia kemudian menjelaskan terdapat lima faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu penegakan hukum yang mencakup: 1) Faktor Hukum, 2) Faktor Penegak Hukum, 3) Faktor sarana dan prasarana, 4) Faktor Masyarakat dan 5) Faktor Budaya. Untuk selanjutnya, Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan SIREKAP akan ditinjau dari sisi kelima aspek tersebut.

Faktor Hukum

Pada dasarnya suatu peraturan hukum yang ideal adalah hukum yang dapat memenuhi tujuan hukum salah satunya adalah kepastian (legal certainty). Aspek kepastian hukum menekankan agar hukum tersebut wajib dijalankan oleh pihak pemerintah dan aparaturnya, serta dipatuhi oleh pihak masyarakat. Aspek kepastian hukum juga penting untuk menjamin agar tidak terjadi kekosongan hukum atau perbuatan yang sewenang-wenang. Dari sisi kepastian hukum, kebijakan hukum yang mengatur mengenai Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) berdasarkan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum Peraturan ini berfungsi sebagai legitimasi atau payung hukum (umbrella act) bagi pelaksanaan Pemilihan Umum. Dengan demikian, secara umum bagi Pelaksana dan Pengawas Pemilihan Umum memiliki dasar normatif-yuridis dalam menjalankan kebijakan dilapangan.

Namun demikian pada Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum bahwa ada beberapa peraturan yang belum diatur mengenai Sirekap. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kasabag Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat oleh Bapak Muh. Asri. Secara hukum bahwa Sirekap ini merupakan alat bantu untuk publish ke masyarakat terkait progress perekapan sudah baik dan tidak dapat dijadikan sebagai alat ukur dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024. Hal ini sebagaimana yang di dikemukakan oleh Bapak Romy Harminto selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. Substansi pada Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum bahwa ada beberapa peraturan yang belum diatur mengenai Sirekap dan secara hukum Sirekap ini merupakan hanya alat bantu dan bukan dokumen negara.

Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum adalah mencakup segala elemen yang secara langsung atau tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum yaitu mereka yang mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi keberhasilan usaha penegakan hukum dalam masyarakat, seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Kepengacaraan dan lain sebagainya. Jimmly Asshidiqie menyatakan ada tiga elemen penting yang mempengaruhi mekanisme bekerjanya aparat dan aparatur penegak hukum, elemen tersebut antara lain : (1) aspek kelembagaan beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2) budaya kerja yang terkait dengan aparaturnya, termasuk mengenai kesejahteraan; dan (3) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dapat diwujudkan secara nyata.

Dari sisi pelaksana masing-masing memiliki tanggungjawab dalam menjalankan Pemilihan Umum termasuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebagai orang yang memegang secara langsung aplikasi Sirekap pada pemilu kemarin. KPPS sendiri telah mengikuti Bimtek dan Simulasi yang diselenggarakan oleh KPU tetapi masih banyak KKPS yang belum paham dari penggunaan Sirekap. Seperti yang dikemukakan oleh Bapak Muh. Asri selaku Kasabag Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat. Serta Bapak Muh. Asri juga menambahkan bahwa KPPS menjadi faktor kendala dalam menggunakan Sirekap sehingga belum maksimal digunakan dalam pemilu tahun 2024.

Di sisi lain penggunaan Sirekap harusnya tidak terlalu rumit, simple dan easy use karena KPPS hanya 2-3 bulan waktunya untuk bimtek. Hal ini diakui oleh Bapak Romy Harminto. Sisi faktor penegak hukum seperti KPPS yang menggunakan secara langsung Sirekap pada pemilihan umum tahun 2024 masih banyak yang belum paham dan mengerti penggunaan Sirekap karena hanyak beberapa kali bimtek sehingga menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi efektivitas dalam penggunaannya.

Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana atau fasilitas sangat menentukan dalam penegakan hukum. Tanpa sarana atau fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak akan berjalan lancar dan penegak hukum tidak akan mungkin dapat menjalankan perananya secara baik. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penggunaan sistem informasi rekapitulasi (SIREKAP) pada pemilihan umum di pelosok daerah terpencil terdapat beberapa hambatan seperti Sirekap hanya bisa di hp android, masalah jaringan dan listrik yang terbatas di daerah pelosok. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak Muh. Asri selaku Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat.

Sependapat dengan Bapak Romy Harminto bahwa Sirekap dapat diakses dengan dua acara sehingga dapat mengcover wilayah yang tidak ada jaringannya. Sependapat dengan Bapak Romy Harminto bahwa Sirekap dapat diakses dengan dua acara sehingga dapat mengcover wilayah yang tidak ada jaringannya. Pada faktor sarana dan prasana dalam pemilihan umum tahun 2024 terkait dengan penggunaan Sirekap masih terdapat gangguan jaringan dan listrik yang terbatas dipelosok yang dapat mengakibatkan hambatan dalam penggunaan Sirekap.

Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut bagian yang terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik, sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyrakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

Penggunaan Sirekap pada pemilu kemarin memicu banyak sorotan masyarakat yaitu terkait data anomali dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) milik Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) sehingga masyarakat tidak dapat melihat secara langsung proses rekapitulasi tersebut sehingga banyak sorotan dari masyarakat terhadap data anomali. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak Muh. Asri selaku Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat. Hasil wawancara dengan narasumber mengungkapkan bahwa Sirekap itu alat bantu bukan alat ukur yang berusaha membantu mempublish hasil pemilihan umum. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak Romy Harminto selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mengatasi sorotan dari masyarakat maka komisi pemilihan umum terus memberikan kepercayaan transparansi dalam mempublish hasil dari pemilihan umum tahun 2024. Untuk mengatasi sorotan dari masyarakat maka komisi pemilihan umum terus memberikan kepercayaan transparansi dalam mempublish hasil dari pemilihan umum tahun 2024.

Faktor Budaya

Kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Oleh karena itu semakin banyak persesuaian antara hukum dengan kebudayaan masyarakat, maka semakin mudah penegakan hukum tersebut. Sebaliknya, apabila suatu peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka semakin sukar untuk melaksanakan atau menegakkan peraturan hukum tersebut.

Secara umum, pandangan budaya masyarakat Indonesia terhadap Pemilihan Umum dalam penggunaan Sirekap biasa sangat bervariasi, tetapi lazimnya cenderung negatif. Di Indonesia penggunaan Sirekap dipandang sebagai pemicu kericuhan karena banyaknya perbedaan data anomaly hasil perhitungan suara sehingga masyarakat ada yang bisa menerima atau tidak dari penggunaan Sirekap pada pemilihan umum tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Bapak Muh Asri selaku Kasabag Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. Dari banyaknya penduduk Indonesia pastinya sudah menerima terkait dari adanya Sirekap yang digunakan waktu pemilihan umum tahun 2024. Sebagaimana dikemukakan oleh Bapak Romy Harmanto selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. Sirekap ini dalam pandangan masyarakat ada yang dapat menerima dan ada yang belum dapat menerima tetapi komisi pemilihan umum tetap memberikan informasi publik yang transparan terhadap masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Efektivitas Pelaksanaan Pemilihan Umum Tahun 2024 dengan Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) di Sulawesi Selatan belum sepenuhnya efektif di karenakan masih banyak kendala yang menghambat penggunaan Sirekap seperti jaringan yang kurang memadai, perangkat yang kurang mendukung, pengguna Sirekap yang diakses oleh KPPS masih banyak yang belum mengerti dan paham sehingga dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum dengan Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dikatakan belum optimal. Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) yaitu : 1) Faktor hukum, dimana substansi Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum bahwa ada beberapa peraturan yang belum diatur mengenai Sirekap; 2) Faktor penegak hukum, dimana masih kurangnya pemahaman oleh kelompok penyelenggara pemungutan suara dalam penggunaan Sirekap; 3) Faktor sarana dan prasarana, merupakan faktor yang sangat memengaruhi efektivitas pelaksanaan pemilihan umum dengan penggunaan Sirekap hal ini disebabkan kendala yang sering terjadi yaitu jaringan dan perangkat yang masih sering mengalami masalah; 4) Faktor masyarakat, dimana kesadaran masyarakat ada yang sudah menerima dan ada yang belum menerima dari penggunaan Sirekap tersebut; 5) Faktor budaya, yakni pemahaman masyarakat mengenai kesenjangan digital dan kesiapan sumber daya manusia. Dalam rangka meningkatkan efektivitas penggunaan Sirekap di Sulawesi Selatan, Pemerintah perlu menambah dan memperbaharui sarana dan prasarana terutama yang berkaitan dengan jaringan dan perangkat. Untuk mendukung efektivitas penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP), perlu dilakukan sejumlah hal; 1) Komisi Pemilihan Umum RI perlu mengugprade Sirekap sehingga lebih mudah untuk diakses; 2) Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan, perlu mengadakan pelatihan khusus kepada para kelompok penyelenggara pemungutan suara.

References

  1. M. M. MD, Politik Hukum di Indonesia., Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
  2. j. s. l. a. gevornment, “https://jimlyschool.com/.,” [Online].
  3. C. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
  4. A. Ardipandanto, “Permasalahan Penyelenggaraan Pemilu Serentak Tahun 2019,” Jurnal Ilmu Pemerintahan, vol. 11, no. 11, pp. 25-30., 2019.
  5. R. S. D. H. A. Surbakti, Menjaga Integritas Pemungutan dan Penghitungan Suara., Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan., 2011.
  6. Usfal, Dalam bukunya Bunga Rampai Tata Kelola Pemilu Indonesia, 2020.
  7. A. N. Y. J. a. L. F. R. Azzahra, “mplikasi Konflik Penggelembungan Suara Sirekap Terhadap Demokrasi yang Jurdil dalam Pemilu 2024 Perspektif Siyasah Dusturiyah,” UNES Law Review , vol. 6, no. 4, pp. 11818-11832., 2024.
  8. S. Harapan, “http://www.satuharapan.com,” [Online]. [Diakses 27 Agustus 2024].
  9. N. detik, “http://www.news.detik.com,” [Online]. [Diakses 27 Agustus 2024].
  10. M. Nurkamiden, “Sirekap: Tantangan Dan Potensi Kekeliruan Proses Rekapitulasi Pemilu Serentak Di Indonesia,” SOSIOLOGI: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 1, no. 2, pp. 101-110, 2024.
  11. H. Chaverlin, D. M. Liando dan T. E. Tulung, “mplementasi Aplikasi Sirekap Pada Pilkada Kota Manado Tahun 2020.,” Governance, vol. 2, no. 1, 2022.
  12. M. Nurkamiden, “Sirekap: Tantangan Dan Potensi Kekeliruan Proses Rekapitulasi Pemilu Serentak Di Indonesia,” SOSIOLOGI: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat , vol. 1, no. 2, pp. 101-110., 2024.
  13. I. A. Pradesa, “"Analisis Penggunaan Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) Dalam Menghadapi Problematika Pemilu 2024.",” Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial , vol. 3, no. 4, pp. 47-57, 2024.
  14. A. D. K. Amrynudin, Menuju Pemilu 2024, 2024.
  15. D. K. A. Amrynudin, “Data Anomali Dalam Sistem Informasi Rekapitulasi Pada Pemilu 2024.,” Info Singkat: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis Bidang Politik, Hukum Dan Keamanan , vol. 16, no. 5, 2024.
  16. I. S. d. Akhsan Firly Saetriyan, “Analisis Yuridis Tentang Sengketa Pemilu Terhadap Pelaksanaan Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) yang Terindikasi ‘Defect’ pada Pemilu Tahun 2024 yang Berpotensi Merugikan Bakal Calon Presiden,” 2024, pp. 227-228.
  17. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  18. R. Harminto, Interviewee, Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 14 November 2024.
  19. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  20. R. Harminto, Interviewee, Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 14 November 2024.
  21. R. Harminto, Interviewee, Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 14 November 2024.
  22. Y. A. Y. Y. &. A. A. Ijaya, “Penegakan Hukum Pidana terhadap Penjualan Bahan Bakar Minyak Eceran secara Ilegal,” Jurnal Multidisiplin Dehasen (MUDE), vol. 2, no. 3, pp. 625-638, 2023.
  23. G. A. Nasir, “Kekosongan Hukum & Percepatan Perkembangan Masyarakat.,” JHR (Jurnal Hukum Replik), vol. 5, no. 2, pp. 172-183., 2017.
  24. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  25. R. Harminto, Interviewee, Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 14 November 2024.
  26. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  27. R. Harminto, Interviewee, Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 14 November 2024.
  28. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  29. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  30. R. Harminto, Interviewee, Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 14 November 2024.
  31. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  32. R. Harminto, Interviewee, Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 14 November 2024.
  33. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.
  34. M. M. MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
  35. K. Muh. Asri, Interviewee, Teknis Penyelenggara Pemilu, Partisipasi & Hubungan Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan. [Wawancara]. 21 Oktober 2024.